Pengadaan Barang/Jasa di Desa, Haruskah Swakelola?
- Oct 20, 2017
- mojodemak
Ringkasan: Pengadaan barang dan jasa di desa menjadi permasalahan yang cukup serius ketika muncul aturan mengenai pengadaan. Dalam kaitan ini, orang mempersepsikan bahwa UU Desa dan pengelolaan keuangan desa jika tidak diimbangi dengan kemampuan SDM yang handal di desa, justru akan menjadi bom waktu bagi desa, sehingga dikhawatirkan akan banyak terjerat kasus hukum. Dalam kaitan dengan pengadaan barang dan jasa, daerah memiliki kewenangan untuk membuat aturan tersendiri mengenai pengadaan barang/ jasa di desa dengan memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Perka LKPP no 13 tahun 2013 mengatur bahwa tata cara pengadaan barang/ jasa di desa yang pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa diatur oleh bupati/walikota dengan tetap berpedoman pada Perka LKPP tersebut. Gambaran Umum Pengadaan barang dan jasa di desa menjadi permasalahan yang cukup serius ketika muncul aturan mengenai pengadaan. Dalam kaitan ini, orang mempersepsikan bahwa UU Desa dan pengelolaan keuangan desa jika tidak diimbangi dengan kemampuan SDM yang handal di desa, justru akan menjadi bom waktu bagi desa, sehingga dikhawatirkan akan banyak terjerat kasus hukum. Dalam kaitan dengan pengadaan barang dan jasa, daerah memiliki kewenangan untuk membuat aturan tersendiri mengenai pengadaan barang/ jasa di desa dengan memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Perka LKPP no 13 tahun 2013 mengatur bahwa tata cara pengadaan barang/ jasa di desa yang pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa diatur oleh bupati/walikota dengan tetap berpedoman pada Perka LKPP tersebut. Kata Kunci : swakelola, desa, TPK, pengadaan barang/ jasa, Perka LKPP Nomor 13/2013, Perpres 54/ 2010 Pengantar Saat ini terdapat kurang lebih 21 desa di Kec. Wonosalam. Pada hakikatnya penduduk Indonesia tinggal di desa. Desa mendapat pengakuan yang tinggi dalam kedudukan dan pendanaannya. Terlebih setelah keluarnya UU nomor 6 tahun 2014 tentang desa. Janji pemerintah “1 desa 1 milyar” mungkin akan menjadi kenyataan. Namun dari berita bagus ini, muncul satu permasalahan. Sebagian dari angka diatas pasti digunakan untuk pengadaan barang dan jasa yang dibutuhkan di desa. Nah, bagaimanakah tata cara pengadaan barang dan jasa di desa? Apakah harus mengikuti aturan yang ada di Perpres 54 tahun 2010? Apakah harus semuanya dilakukan dengan cara swakelola? Desa dan Keuangan Desa Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Desa memiliki kewenangan yang meliputi kewenangan di bidang penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat istiadat desa. Sebagai sebuah kesatuan masyarakat hukum, desa -selayaknya negara- juga mengelola keuangan desa. Keuangan desa adalah semua hak dan kewajiban desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban desa. Dalam mengelola keuangannya, desa memiliki Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) yaitu rencana keuangan tahunan pemerintahan desa yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa dan ditetapkan dengan peraturan desa. Sumber pendapatan desa terdiri atas pendapatan asli desa, bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota, bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten/kota, alokasi anggaran dari APBN, bantuan keuangan dari APBD Provinsi dan APBD Kabupaten/Kota, serta hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga. Bantuan keuangan dari APBD Provinsi dan APBD Kabupaten/Kota kepada desa diberikan sesuai dengan kemampuan keuangan pemerintah daerah yang bersangkutan. Bantuan tersebut diarahkan untuk percepatan pembangunan desa. Sumber pendapatan lain yang dapat diusahakan oleh desa berasal dari Badan Usaha Milik Desa, pengelolaan pasar desa, pengelolaan kawasan wisata skala desa, pengelolaan tambang mineral bukan logam dan tambang batuan dengan tidak menggunakan alat berat, serta sumber lainnya dan tidak untuk dijualbelikan. Bagian dari dana perimbangan yang diterima Pemerintah Daerah kabupaten/kota paling sedikit 10% setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus (Alokasi Dana Desa). Anggaran yang bersumber dari APBN dihitung berdasarkan jumlah desa dan dialokasikan dengan memperhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan pemerataan pembangunan desa. Pengadaan Barang/jasa di Desa Berdasarkan Peraturan Kepala LKPP nomor 13 tahun 2013, Pengadaan barang dan jasa di desa yang pembiayaannya besumber dari APBDes tidak mengikuti aturan dalam Perpres 54 tahun 2010. Jika Perpres 54/2010 mengatakan bahwa pengadan barang dan jasa dilaksanakan dengan dua cara yaitu melalui penyedia dan swakelola, maka pengadaan barang dan jasa di desa pada prinsipnya dilakukan secara swakelola dengan aturan sebagai berikut:
- memaksimalkan penggunaaan material/bahan dari wilayah setempat
- dilaksanakan secara gotong royong dengan melibatkan partisipasi masyarakat setempat
- untuk memperluas kesempatan kerja
- untuk pemberdayaan masyarakat setempat
Perpres 54/ 2010 | Peraturan Kepala LKPP nomor 13/2013 |
Efisien | Efisien |
Efektif | Efektif |
Transparan | Transparan |
Terbuka | Pemberdayaan masyarakat |
Bersaing | Gotong royong |
Adil/tidak diskriminatif | Akuntabel |
Akuntabel |
- bertanggung jawab
- mencegah kebocoran dan pemborosan keuangan desa
- patuh terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan
- menyusun RAB
- menyusun spesifikasi teknis barang/jasa jika diperlukan
- melaksanakan pembelian / pengadaan
- memeriksa penawaran
- melakukan negosiasi (tawar menawar)
- menandatangani surat perjanjian (ketua TPK)
- melakukan perubahan ruang lingkup pekerjaan
- melaporkan kemajuan pelaksanaan pengadaan kepada kepala desa
- menyerahkan hasil pekerjaan setelah selesai 100% kepada kepala desa
- Pengadaan barang/jasa dengan nilai sampai dengan Rp 50.000.000,00.
- Pengadaan barang/jasa dengan nilai diatas Rp 50.000.000,00 sampai dengan Rp 200.000.000,00.
- Pengadaan barang/jasa dengan nilai diatas Rp 200.000.000,00.
- Peraturan Bupati Lombok Timur Nomor 5 tahun 2014 tentang Tata Cara Pengadaan Barang/ Jasa di Desa, tanggal 26 Februari 2014. Substansinya sama dengan peraturan LKPP namun ditambahkan contoh penawaran pengadaan barang/jasa yang dibuat oleh TPK kepada penyedia, contoh penawaran yang dibuat oleh penyedia barang/ jasa, contoh Berita Acara Negosiasi/ klarifikasi, contoh surat perjanjian kerja sama antara TPK dan penyedia barang/ jasa
- Peraturan Bupati Badung Nomor 40 tahun 2014 tentang Pedoman Tata Cara Pengadaan Barang/ Jasa di Desa, tanggal 10 Juli 2014. Substansinya sama dengan peraturan LKPP
- Peraturan Bupati Karangasem Nomor 57 tahun 2014, tentang Tata Cara Pengadaan Barang/Jasa di Desa yang Pembiayaannya Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, tanggal 31 Desember 2014. Substansi sama dengan Peraturan Kepala LKPP diatas. Sudah lebih lengkap dengan ditambahkan pasal-pasal yang lebih banyak, misalnya pasal tentang serah terima pekerjaan, sanksi, pengawasan dan pengendalian.